Kamis, 10 Oktober 2019

Mengejar Dunia Tak Akan Pernah Ada Habisnya -

Dunia hanyalah perantara kita menuju hari akhir, hari yang dimana tak akan ada lagi pergantian malam dan siang. Hari dimana seluruh umat manusia mulai dihitung amal kebaikan juga amal keburukannya. Itulah hari akhirat, hari yang tak akan pernah dirasakan oleh siapapun yang masih merasakan hidup di dunia. Oleh karena itu yakinilah, bahwa kelak apa yang kita lakukan selama di dunia ini akan mendapat balasan.

Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). (Al An’am :160)

Siapapun yang selama hidupnya hanya memikirkan dunia, maka kelak akan Allah akan buat dia terletih-letih dalam mengejarnya. Berbeda dengan orang menjadikan akhirat sebagai prioritas utamanya, maka dunia dengan sendirinya akan melayaninya. Bukan berarti kita tidak boleh memiliki banyak harta, akan tetapi kekayaan yang kita miliki justru harus bisa menjadi pemberat amalan baik kita di akhirat nanti. Bukan seperti yang terjadi pada saat ini, ketika banyak orang berlomba-lomba ingin menjadi kaya raya, maka mereka melakukan segala cara, termasuk hal-hal yang diharamkan oleh agama. Termasuk menyekutukan Allah dengan meminta bantuan makhluk-Nya yang lain, yakni dari golongan Jin.

Dunia, adalah tempat bercocok tanam, untuk kemudian kita dapati hasilnya ketika kita meninggalkannya. Di akhirat itulah masa panen kita, disana tak akan ada lagi amal ibadah yang bisa kita kerjakan, karena disanalah negeri akhir yang selamanya akan kita tempati. Janganlah sampai kita diperbudak dunia, hingga kita lupa dengan negeri akhirat yang kelak kita akan tinggal disana untuk selamanya. Ingatlah, bahwa kehidupan dunia ini hanya sementara, dan kita akan dipisahkan olehnya dengan kematian.

jangan berbuat kerusakan di muka bumi

“Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan (maksiat) [Lihat “Tafsir Ibnu Katsir” (3/576)] manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS Ar Ruum:41).

Dalam ayat yang mulia ini Allah Ta’ala menyatakan bahwa semua kerusakan yang terjadi di muka bumi, dalam berbagai bentuknya, penyebab utamanya adalah perbuatan buruk dan maksiat yang dilakukan manusia. Maka ini menunjukkan bahwa perbuatan maksiat adalah inti “kerusakan” yang sebenarnya dan merupakan sumber utama kerusakan-kerusakan yang tampak di muka bumi.

Imam Abul ‘Aliyah ar-Riyaahi [Beliau adalah Rufai’ bin Mihran ar-Riyaahi (wafat 90 H), seorang Tabi’in senior yang terpercaya dalam meriwayatkan hadits Rasulullah r , lihat “Taqriibut tahdziib” (hal. 162)] berkata, “Barangsiapa yang bermaksiat kepada Allah di muka bumi maka (berarti) dia telah berbuat kerusakan padanya, karena perbaikan di muka bumi dan di langit (hanyalah dicapai) dengan ketaatan (kepada Allah Ta’ala)” [Dinukil oleh imam Ibnu Katsir dalam tafsir beliau (3/576)].

Makanan Halal Sebab Kebaikan

Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah  berkata, "Mengonsumsi makanan halal merupakan sebab kebaikan dan cahaya bagi hati. Sedangkan mengonsumsi makanan haram adalah sebab kerusakan dan kegelapan bagi hati."

Tashil Al-Imam, (6/206) | courtesy of Ustadz Didik Suyadi hafizhahullah

salah satu cara terbebas dari kemunafikan

Dinyatakan dalam hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى لِلَّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا فِي جَمَاعَةٍ يُدْرِكُ التَّكْبِيرَةَ الأُولَى كُتِبَ لَهُ بَرَاءَتَانِ: بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ، وَبَرَاءَةٌ مِنَ النِّفَاقِ

Siapa yang shalat jamaah selama 40 hari dengan mendapatkan takbiratul ihram maka dia dijamin bebas dari dua hal, terbebas dari neraka dan terbebas dari kemunafikan.

berusaha bekerja atau usaha jangan meminta minta

1. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan umatnya supaya berusaha memenuhi hajat hidupnya dengan jalan apapun menurut kemampuan, asal jalan yang ditempuh itu halal. .

2. Berusaha dengan bekerja kasar, seperti mengambil kayu bakar di hutan itu lebih terhormat daripada meminta-minta dan menggantungkan diri kepada orang lain. .

3. Begitulah didikan dan arahan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjadikan umatnya sebagai insan-insan terhormat dan terpandang, dan bukan umat yang lemah lagi pemalas. .

4. Tidak halal meminta-minta kepada orang lain, baik mereka memberi atau tidak. .

5. Meminta-minta atau mengemis dalam Islam merupakan perbuatan yang hina dan tercela. .

6. Usaha dengan jalan yang benar tidak menafikan tawakkal kepada Allah. .

7. Seseorang tidak boleh menganggap remeh jenis usaha apapun, meskipun usaha itu dalam pandangan manusia dinilai hina.

Orang Yang Rajin Sedekah Didoakan Malaikat Dengan Kebaikan


Imam al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

"Tidak satu hari pun di mana pada pagi harinya seorang hamba ada padanya melainkan dua Malaikat turun kepadanya, salah satu di antara keduanya berkata: Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak. Dan yang lainnya berkata: Ya Allah, hancurkanlah (harta) orang yang kikir." (HR. Mutafaq 'alaih)

Di antara hal yang bisa kita fahami dari hadits di atas bahwa ash-Shaadiqul Mashduuq, yaitu Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa sesungguhnya para Malaikat berdo’a agar Allah Subhanahu wa Ta’ala menggantikan harta orang yang berinfak.

Al-‘Allamah al-‘Aini menjelaskan faidah-faidah yang dapat diambil dari hadits tersebut dengan perkataan: “Dan di dalamnya ada do’a Malaikat, sedangkan do’a Malaikat adalah sebuah do’a yang akan selalu dikabulkan dengan dalil sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : ‘Barangsiapa yang ucapan aminnya itu tepat dengan ucapan amin para Malaikat, maka diampuni dosanya yang telah lalu.” .
Dan yang dengan dimaksud dengan infak, sebagaimana yang diungkapkan oleh para ulama, adalah infak dalam ketaatan, infak dalam akhlak yang mulia, infak kepada keluarga, jamuan tamu, shadaqah dan lain-lain yang tidak dicela dan tidak termasuk kategori pemborosan.

Dzikir Empat Kalimat Mulia

Dari Abu Sa’id Al Khudri dan Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah memilih empat perkataan: subhanallah (Maha suci Allah) dan alhamdulillah (segala puji bagi Allah) dan laa ilaaha illa allah (tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah) dan Allahu akbar (Allah maha besar). Barangsiapa mengucapkan subhaanallah, maka Allah akan menulis dua puluh kebaikan baginya dan menggugurkan dua puluh dosa darinya, dan barangsiapa mengucapkan Allahu Akbar, maka Allah akan menulis seperti itu juga, dan barangsiapa mengucapkan laa Ilaaha illallah, maka akan seperti itu juga, dan barangsiapa mengucapkan alhamdulillahi Rabbil ‘aalamiin dari relung hatinya maka Allah akan menulis tiga puluh kebaikan untuknya dan digugurkan tiga puluh dosa darinya.” (HR. Ahmad 2/302. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanadnya shahih)

Maksud Dzikir Empat Kalimat Mulia

Yang dimaksud bacaan tasbih (subhanallah = Maha Suci Allah) adalah menyucikan Allah dari segala kekurangan yang tidak layak bagi-Nya.

Yang dimaksud bacaan tahmid (alhamdulillah = segala puji bagi Allah) adalah menetapkan kesempurnaan pada Allah dalam nama, shifat dan perbuatan-Nya yang mulia.

Yang dimaksud bacaan tahlil (laa ilaha illallah = tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah) adalah berbuat ikhlas dan mentauhidkan Allah serta berlepas diri dari kesyirikan.

Yang dimaksud bacaan takbir (Allahu akbar = Allah Maha Besar) adalah menetapkan keagungan atau kebesaran pada Allah Ta’ala dan tidak ada yang melebihi kebesarannya.[Lihat risalah sederhana dengan judul Fadhlu Kalimatil Arba’, Syaikh ‘Abdur Rozaq bin ‘Abdul Muhsin Al Badr]

Empat kalimat mulia tersebut bisa berfaedah jika bukan hanya di lisan, namun direnungkan maknanya di dalam qolbu, dalam hati yang paling dalam.

Semoga amalan yang sederhana ini bisa jadi rutinitas kita sehingga lisan ini selalu basah dengan dzikrullah, dzikir pada Allah.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Sedekah diam-diam (membeli tanpa menawar harga)

Kita tahu, bahwa tawar menawar diperbolehkan. Lalu saat kita melihat nenek-nenek, kakek-kakek, ataupun adik-adik yang menjual barang dagangannya dibawah terik matahari atau ditengah gelapnya malam, sempoyongan tidak laku-laku, atau kita melihat tetangga kita yang kurang mampu menawarkan barang dagangannya, lalu kita ingin menolong mereka dengan tidak menawar harga yang mereka minta, karena rasa iba yang ada dalam hati kita, maka niatan itu adalah niatan yang terpuji.

Dan akan mendapatkan pahala dari Allah subhanahu wata’ala, karena setiap masing-masing amalan tergantung pada niatnya. Dan mungkin bisa dicatat sebagai sedekah karena niatan tersebut.

Apalagi jika berniat untuk membahagiakan orang-orang tersebut.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

وَأَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللهِ تَعَالَى سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ

“ (termasuk) Amalan yang paling dicintai Allah adalah kebahagiaan yang engkau masukan kedalam hati saudaramu” (HR. At-Thabaroni dalam Mu’jam Al-Kabir no 13.646, dan dishahihkan oleh Al-Albani rahimahullah)

Dan penulis yakin, ketika kita membeli barang dagangan tetangga kita mereka akan bahagia karenanya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ .

“amalan itu tergantung pada niatnya” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Sehingga jika memang niatnya adalah menolong, bersedekah, membahagiakan para pedangan kecil maka ia telah mendapatkan pahala niatnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ

“dan Allah akan menolong seorang hamba, selama ia masih mau menolong saudaranya” (HR. Muslim no. 2699)