Sabtu, 20 Juli 2019

Menyibak Makna Kalimat SYAIUN LILLAHI LAHUMUL FATIHAH ( ﺷﺊٌ ﻟِﻠّﻪِ ﻟَﻬُﻢُ ﺍﻟْﻔَﺎﺗِﺤَﺔْ ), Yang
Penuh Hikmah Dan Barokah”
Kalimat atau lafal “SYAIUN LILLAHI LAHUMUL FATIHAH ( ﺷﺊٌ ﻟِﻠّﻪِ ﻟَﻬُﻢُ ﺍﻟْﻔَﺎﺗِﺤَﺔْ )”atau sejenisnya sering kita dengar, kita baca, bahkan sering kita amalkan dalam stiap majlis, baik itu ketika tahlilan, syukuran, barjanji dan lain-lainnya .... hiraukan mereka YANG anti ....
Ada apakah dengan kalimat tersebut ...???
Kenapa para ulama mengajarkan kalimat tersebut kepada kita ...???
Ada apakah ...???
MARI kita bedah dan kita pelajari bersama, sebagai bekal kita dalam menambah kemantapan dalam beribadah.
Dalam stiap acara/ majlis Tahlilan , Manaqiban, Dhiba'an, Barzanji, dll, seringkali KITA mendengar dan kita jumpai sesorang yang berlaku sebagai pemimpin mengucapkan kalimat “SYAI UN LILLAHI-AL-FATIHAH”.
Baik kalimat itu disebutkan sebelum membaca al-Fatihah sebagai pembukaan atau dibacakan setelah menyebutkan rentetan nama arwah yg akan do’akan ...
Secara bahasa kalimat (SYAI UN LILLAHI AL-FATIHAH) adalah dua kalimat yang berbeda. kalimat pertama terdiri dari “SYAI UN LILLAHI( ﺷَﺊٌ ﻟِﻠّﻪِ )” yang bermakna bahwa “Semua yang dilakukan itu karena Alloh” dan kalimat kedua adalah “Al-Fatihah ( ﺃَﻟْﻔَﺎﺗِﺤَﺔْ ‏) ” yaitu “al-Fatihah” sebagai nama surat pembuka al-Qu’an. Oleh karena itu, jika digabungan maka menjadi kalimat "SYAI UN LILLAHI AL-FATIHAH=( ﺷَﺊٌ ﻟِﻠّﻪِ ﺃَﻟْﻔﺎﺗِﺤَﺔْ )" dengan yang dimaksud artinya ialah bahwa "semua apa yang kita lakukan hanyalah karena Alloh (bukan yang selain-Nya) (begitu juga dengan bacaan) al-fatihah’.
Memang sebenarnya tidak ada anjuran untuk mengucapkan kalimat tersebut, namun juga tidak ada larangan untuk menjalankan dan mengamalakannya ataupun meninggalkannya.
Dalm Kitab Bughyatul Mustarsyidin halman : 297 diterangkan bahwa kalimat (SYAI UN LILLAHI AL-FATIHAH) hanyalah sebuah tradisi,
ﻳَﺎ ﻓُﻠَﺎﻥ ﺷَﻲْﺀٌ ﻟِّﻠﻪ ﻏَﻴْﺮُ ﻋَﺮَﺑِﻴَّﺔ ﻟَﻜِﻨَّﻬﺎ ﻣِﻦْ ﻣَﻮﻟِﺪﺍﺕِ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟْﻌُﺮْﻑ
“Hai Fulan, kalimat “SYAI UN LILLAHI” bukanlah bahasa arab, melainkan lahir dari sebuah tradisi”
Dan sebuah tradisi itu bisa dijadikan dasar hukum dengan catatan tidak bertentangan dngan Syari’at Islam yang berlandaskan Al-Quran & Hadits. Demikian dalam qoidah fiqhiyyah disebutkan “AL-ADAT MUHAKKAMAH ( ﺍﻟﻌﺎﺩﺓ ﻣﺤﻜﻤﺔ )” Kebiasaan atau tradisi itu bisa dijadikan landasan hukum.
Berawal dari sinilah maka para ulama memakai dan mengajarkan kepada kita di dalam setiap majlis/ acara membaca/mengucapkan kalaimat “SYAI UN LILAHI AL-FATIHAH atau SYAI UN LILAHI LAHUL FATIHAH atau SYAI UN LILAHI LAHUMUL FATIHAH”, yang mana kalimat tersebut mengandung arti dan makna yang bertujuan bahwa apa yg kita lakukan itu se-mata-mata karena Alloh.
“Intinya ketika kita berdo’a dan memohon didalam suasana dan situasi apapun hanya semata-mata karena Alloh dengan meniadakan selain Alloh, dan itu kita ucapkan/ kita iqrarkan dalam bentuk bahasa lisan sebagai ungkapan apa yang ada dalam hati, supaya tidak tergelincir dalam kesyirikan, jadi semuanya jelas tidak melanggar syari'at agama”...Untuk itu tidak perlu kita takut dikatakan MUSYRIK ... AYO ... semangat Tahlilan ...”
Diterangkan juga dalam kitab “Qurrotul ‘Ain Bi Fataawiy Syaikh Isma’iil az-Zain :
ﻣﻌﻨﻲ ﻗﻮﻝ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻋﻘﺐ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﺷﺊ ﻟﻠﻪ ﻟﻬﻢ ﺍﻟﻔﺎﺗﺤﺔ … ﻭ ﻣﻌﻨﻲ ﺷﺊ ﻟﻠﻪ ﻣﻄﻠﻮﺑﻨﺎ ﻭﻣﻘﺼﻮﺩﻧﺎ ﺷﺊ ﻟﻠﻪ ﺍﻱ ﻳﺴﺘﻤﺪ ﻟﻮﺟﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﺑﺘﻐﺎﺀ ﻭﺍﺳﺘﻤﺪﺍﺩﺍ ﻻ ﻟﻐﻴﺮﻩ ﻭﻻ ﻣﻦ ﻏﻴﺮﻩ ﻓﻔﻴﻬﺎ ﺍﻋﺘﺮﺍﻑ ﺑﺎﻥ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺴﻮﻕ ﺍﻟﻤﻄﺎﻟﺐ ﻭﻳﺤﻘﻖ ﺍﻟﻤﺄﺭﺏ ﻫﻮ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻲ ﺍﻟﺦ
“... Dan makna syaiun lillaahi adalah tujuan dan kehendak kami sesuatu dari Alloh artinya ia memohon pada Dzat Alloh dengan mengharap ridho dan bantuan hanya dari Alloh, tidak pada dan dari selain Alloh, yakni didalamnya mengandung pengakuan bahwa yang merealisasikan keinginan-keinginan dan mewujudkan kebutuhan-kebutuhannya adalah Alloh Ta’ala semata”.
"Wallohu A'lam Bish Shawab"
PEPELING :
ﺃﺣـﺐ ﺍﻟﺼﺎﻟﺤﻴـﻦ ﻭﻟﺴـﺖ ﻣﻨﻬـﻢ
“Uhibbush sholihiina wa lastu minhum"
(Aku mencintai orang-orang sholih walaupun aku bukan bagian dari mereka)
ﻟﻌﻠـﻲ ﺃﻥ ﺃﻧـﺎﻝ ﺑـﻬـﻢ ﺷﻔـﺎﻋـﺔ
"La’alli an anaala bihim syafa’ah"
(Semoga dengan kecintaanku itu aku mendapat syafaat mereka)
ﻭﺃﻛـﺮﻩ ﻣـﻦ ﺗﺠﺎﺭﺗـﻪ ﺍﻟﻤﻌﺎﺻـﻲ
"Wa akrahu man tijaratuhul ma 'aashiy"
(Dan aku membenci orang yang maksiat adalah perniagaannya)
ﻭﻟـﻮ ﻛﻨـﺎ ﺳـﻮﺍﺀ ﻓـﻲ ﺍﻟﺒﻀﺎﻋـﺔ
"Wa lau kunnaa sawa’an fil bidha’ah”
(Walaupun kami sama saja dalam barang dagangannya)."
@** syair diatas adalah perkataannya Imam Syafi'i-Rohimahullohu Ta'ala, bisa kita bayangkan betapa rendah hatinya beliau, sbgai seorang Imam Madzhab, beliau tetap penuh Cinta dengan para ulama lain, dan mengatakan rendah tentang dirinya.
Lantas bagaimana dengan kita, yang hanya dengan modal tak sebrapa sudah senang menilai seorang a'lim hanya karena melihat kejelekannya saja, tanpa mau membandingkan dengan keadaan dirinya sendiri yang mungkin dan bahkan jauh lebih jelek.
Kita terlalu sering mengatakan akan kejelekan para ulama .... selalu mengatakan ulama macam apa...?
Kita memang tahu bahwa ulama ada dua, tapi INGAT ...!!!, Alloh akan memperlihatkan dan mempertemukan kita kepada ulama-NYA , bila di hati kita ada rasa Cinta ILMU dan ULAMA...maka tanyalah pada hati diri sendiri.
Sudahkah kita memiliki rasa Cinta itu...??
Apa bukti dari Cinta...? Jangan sukanya hanya menilai orang lain...sementara amal kitapun masih jauh dari ilmu ....
@* "Sungguh tak punya malu orang yang meminta surga tanpa berbuat amal.”
Rosululloh Saw bersabda, “Orang cerdas ialah orang yg dapat mengendalikan dirinya dan berbuat untuk setelah kematian. Dan orang bodoh ialah siapa yang memperturutkan hawa nafsunya dan selalu berangan-angan akan mendapatkan ampunan Alloh.
@** Cukuplah untuk sekedar renungan dengan apa yg disampaikan Imam Syafi'i :
“Bukanlah orang yang berakal itu manakala dihadapkan kepadanya perkara yang baik dan perkara yang buruk, lantas ia memilih yang baik, akan tetapi dikatakan orang berakal apabila dihadapkan kepadanya dua hal yang buruk lantas ia memilih yang paling ringan keburukannya di antara keduanya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar