Seperti diantaranya, tidak mencela dan mengomentari makanan. Sahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu menceritakan,
مَا عَابَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَعَامًا قَطٌّ إِنِ اشْتَهَاهُ أَكَلَهُ وَإِلاَّ تَرَكَهُ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mencela makanan sama sekali. Jika beliau selera maka beliau memakannya, dan jika tidak selera maka beliau tinggalkan.” (HR. Ahmad 9755, Bukhari 3563 dan Muslim 5504).
Jangan anda berfikir, mencela makanan hanya terkait penilaian enak, tidak enak, menjijikkan atau komentar miring lainnya. Ternyata lebih dari itu. Sebatas menyebut asin, kurang asin, kemanisan, kecut, … yang itu umum dilakukan di masyarakat kita, ternyata masuk dalam cakupan hadis di atas.
Imam an-Nawawi rahimahullah menjelaskan hadis ini,
هَذَا مِنْ آدَابِ الطَّعَامِ الْمُتَأَكِّدَةِ وَعَيْبُ الطَعَامِ كَقَوْلِهِ : مَالِحٌ، قَلِيْلُ الْمِلْحِ، حَامِضٌ، رَقِيْقٌ، غَلِيْظٌ، غَيْرُ نَاضِجٍ، وَنَحْوُ ذَلِكَ
“Hal ini (tidak mencela makanan) termasuk adab makan yang ditekankan. Dan mencela makanan yaitu seperti ia berkata, “Ini keasinan”, “Kurang asin”, “Kecut”, “Terlalu lembut”, “Masih kasar”, “Belum masak”, dan yang semisalnya.” (al-Minhaaj Syarh Shahih Muslim, 14/26).
Yang lebih mengherankan, sampaipun dalam kondisi yang secara normal umumnya manusia mengomentari makanan, namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap istiqamah tidak mengomentarinya.
Bârakallâhu fîik
Ustadz Ammi Nur Baits
Tidak ada komentar:
Posting Komentar