Yang batal yang hidup kalau wudhunya yang mati tidak batal, baca Kitab Tausyeh, hal. 22.
SEANDAINYA DIJIMA’ pun, mayat tersebut tidak perlu dimandikan lagi. Yang harus mandi atau batal wudhunya adalah yang menyentuh/ menyetubuhinya. Dasar dalilnya: “Kasyifatus Saja” halaman 22.
Yang batal wudhunya non mahrom yang memegang mayatnya sedang wudhunya si mayat tidak menjadi BATAL.
Hal yang dapat membatalkan wudhu adalah pertemuan dua kulit wanita dan wanita meskipun tanpa disertai syahwat dan meskipun salah satu dari keduanya dipaksa atau sudah meninggal, hanya saja wudhunya orang yang telah meninggal tidak menjadi batal. [ Hamisy I’anah at-Thoolibiin I/64 ].
Dan tidak ada perbedaan dalam batalnya wudhu akibat persentuhan kulit antara wanita dan pria tersebut antara disertai syahwat atau tidak, terpaksa atau lupa, atau keberadaan lelakinya terpotong, terkebiri atau impoten kemaluannya, atau keberadaan wnitanya sudah tua renta yang buruk rupanya atau wanita penganut agama majusi atau lainnya, wanita merdeka atau budak, atau salah seorang dari keduanya sudah meninggal hanya saja wudhunya orang yang telah meninggal tidak menjadi batal. [ Iqnaa’ I/56 ]. Wallaahu a'lamu bis showaab.
Habib Novel Al-Athos
Tidak ada komentar:
Posting Komentar