Suatu ketika di bulan Dzulhijjah, seorang anak yang sedikit lemah pemikirannya disuruh menajamkan pisau oleh ayahnya.
"Nak, berangkatlah untuk menajamkan pisau ini ke haddad (tukang pandai besi) untuk menyembelih kurban nanti."
Anak ini pun berfikir dimana dia bisa menemukan haddad. Dia pun ingat tentang haddad yang sering dibicarakan orang-orang. Dia pun berangkat kesana. Setelah sampai...
"Apakah kau haddad.??" Tanya anak itu.
"Iya, ada perlu apa kau datang kesini, Nak.??" Jawab seseorang yang dipanggil haddad tadi.
"Ini ada salam dari ayahku. Tajamkan pisau ini. Cepat ya. Mau dibuat menyembelih kurban soalnya." Jelas sang anak dengan menyerahkan uang bayarnya.
"Oh baiklah. Besok datanglah lagi kemari untuk mengambilnya."
Setelah pulang ayahnya bertanya, "Mana pisaunya.??"
"Besok kata haddad."
Ayahnya pun heran. Mengapa sampai satu hari, tidak langsung dikerjakan. Namun hal itu tidak ditanyakannya lagi.
Hingga keesokan harinya setelah anak itu pulang mengambil pisau ayahnya bertanya, "Mana pisaunya.??"
"Ini. Uangnya dikembalikan sama haddad. Dia tidak mau dibayar."
Semakin heran lagi ayahnya, dia pun bertanya, "Memangnya dimana tempat haddad itu.??"
"Jauuhhh. Di Alhawi sana." Tambah heran lagi ayahnya.
"Alhawi?? Haddad siapa disana.??"
"Iya haddad di Alhawi."
"Haddad di Alhawi?? Abdullah bin Alwi Al-Haddad?!?"
"Iya. Abdullah Al-Haddad."
"Astagfirullah!!! Imam Abdullah bin Alwi Al-Haddad itu ulama besar. Bukan tukang pandai besi." Malu bukan main ayah si anak tersebut.
Dia pun bergegas menemui Imam Haddad.
"Wahai Imam, maafkanlah anakku. Dia memang sedikit lambat pemikirannya."
Dan apa jawaban beliau..??
"Tidak apa-apa. Kami malah berterima kasih. Dengan ini kami jadi ikut mengambil bagian dari acara kurban nanti."
Ya Allah...
Begitu tawadhu' dan ikhlasnya beliau. Tak ada kata tersinggung ataupun marah karena merasa direndahkan. Bahkan beliau merasa bersyukur karena ikut andil dalam acara kurban itu.
Sumber ::
Kutipan Ceramah Habib Umar Bin Hafidz
MAJELIS ALBAHJAH BANDUNG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar