Sabtu, 15 September 2018

TAMU YANG SEDERHANA

بسم الله

"Usai maghrib saya kedatangan tamu dirumah".

“ Assalamu 'alaikum “ sapanya ketika sampai di depan pintu‎.‎
“ Wa'alaikum salam “ Jawab saya sedikit kaget karena tidak mengenal tamu ini.”

Anda siapa? “ tanya saya. ‎
“Saya Sobari .“ katanya dengan wajah diliput senyum. ‎
"Bapak pengurus Masjid?" tanyanya.‎

“Ya. Betul Pak. Ada apa? Apa yg dapat saya bantu“‎
“Saya tadi melewati masjid yg sedang dibangun. Orang di sekitar masjid meminta saya untk menemui bapak ? “

“ Ada apa?"‎
“Saya ingin memberikan sedekah untuk penyelesaian pembangunan masjid“ katanya dengan tetap diliput senyum.

Saya memperhatikan penampilan orang ini. Tidak nampak dia memiliki kemampuan untuk bersedekah. Saya lirik diluar, tidak ada nampak kendaraan diparkir. Pasti orang ini datang dengan angkutan umum atau beca. Mungkin orang ini "sakit". Atau hanya ingin mempermainkan emosi saya.
Ya karena sudah hampir empat tahun masjid itu tidak pernah selesai. Sementara saya sebagai ketua Panitia Pembangunan Masjid sudah bosan mengajak masyarakat untuk berinfaq atau bersedekah. Tapi hasilnya hanya uang kecil yg terkumpul di dalam kotak amal. Sementara kotak amal yg diletakkan disetiap sudut pasar atau rumah makan hanya menghasilkan uang tidak seberapa. Padahal masyarakat yg ada disekitar masjid ini terdiri dari para pedagang yg rata rata mempunyai omzet Rp. 3 juta perhari !

“Bagaimana Pak? Kenapa bapak diam ?" tegurnya yg membuyarkan lamunan saya.‎
“Eh , iya.Pak, ehm..berapa bapak mau sumbang ?" tanya saya masih diliput rasa tidak percaya.

“Boleh saya tau, berapa dana diperlukan untuk menyelesaikan masjid itu?“ tanyanya dengan tenang.

Pertanyaan yang lagi lagi membuat saya hilang hasrat untuk bicara banyak sama tamu ini. Dia pasti orang "sakit jiwa".‎

“Ya.. kita butuh dana sebesar Rp 500 juta“ jawab saya. Berharap orang itu cepat berlalu.

“Baik, pak. Besok kalau bapak ada waktu, saya tunggu di Pengadilan Agama. Saya akan memberikan sedekah di hadapan hakim Agama”. Katanya tenang. “Jam berapa Bapak ada waktu?“ lanjutnya.

“ya liat besok aja ya pak“ jawab saya. Berharap orang itu cepat berlalu. Karna saya harus memimpin sholat isya di masjid.

“Baiklah , Ini nomor telp rumah saya. Kalau bapak siap, hubungi saya“ katanya.
“Permisi saya pamit dulu. Rumah saya jauh" lanjutnya sambil berdiri dan berlalu.

Baru saya sadar, tamu ini tidak saya tawarkan minum.
Setelah usai sholat Isya . Secara tidak sengaja saya melontarkan cerita kedatangan tamu ke rumah kepada pengurus Masjid. Tanggapan mereka sama seperti saya. Orang itu Stress  dan tidak perlu dilayani.

Karna besok semua pengurus punya banyak kesibukan, yg tidak mungkin meluangkan waktu untuk datang ke Pengadilan Agama.

Keesokan harinya, salah satu pengurus meminta saya untuk menemaninya ke show room mobil. Dia hendak menebus indent kendaraan yg dipesannya sejak empat bulan lalu.
Kebetuan karena lokasi showroom tidak begitu jauh dari Kantor Pengadilan Agama, maka saya tawarkan kepada teman ini untuk mampir ke Pengadilan.
Dia sedikit sungkan tapi akhirnya setuju.

Langsung saya menghubungi orang yg akan menyumbang itu melalui cell phone ke rumahnya.
Dia langsung menyanggupi untuk datang . Berjanji jam 11 siang sudah sampai di Kantor Pengadilan Agama.

“Baiklah. Tapi saya tidak mau tunggu terlalu lama di kantor pengadilan itu. Lewat setengah jam anda tidak datang , saya akan pulang“ kata saya tegas.
Karna sebenarnya saya masih sansi pada orang ini.

“Insya اللَّهَ“ begitu jawabnya.‎

Tepat jam 11 saya dan teman sudah datang di pengadilan Agama. Tapi orang yang akan menyumbang belum juga datang . Lewat lima menit, orang yg akan menyumbang itu datang dengan menumpang angkutan BECAK yg masuk langsung ke dalam halaman Pengadilan Agama.
Bajunya sangat sederhana.

‎Teman saya yg melihat pemandangan itu,  langsung tersenyum kecut.
Bagaimana mungkin dia bisa menutup kekurangan pembangunan masjid

“Mungkin kita yg gila. Mau"nya nungguin dia.Tapi ya sudahlah, kita liat aja" gerutu teman saya kala melihat kedatangan orang itu.‎

“Assalamu 'alaikum“ sapanya ketika sesampai didalam menjumpai kami.
“Ya , Bagaimana Pak. Apakah bapak sudah bawa uangnya?“ tanya teman saya langsung kepokok persoalan.‎

“Ini, uangnya“ katanya sambil memperlihatkan kantong semen di tangannya. "Mari kita menemui petugas untuk membuat akta penyerahan sumbangan ini. Maaf, bukan saya tidak percaya tapi ini perlu sebagaimama ajaran Al-Quran menyebutkan bahwa segala sesuatunya harus tertulis.“ katanya.
Sambil melangkah kedalam menemui petugas pengadilan.

Tanpa banyak kata, orang ini langsung menyerahkan tumpukan uang dihadapan petugas pengadilan.
Petugas itu menghitung.
Jumlahnya Rp 500 juta!

Petugas itu kemudian menyerahkan formulir untuk kami isi.
Kemudian setelah mentandatangani formulir itu, maka uang pindah ke tangan kami.
 
“Pak, Cukuplah Bapak" sebagai panitia dan Pak Hakim yang mengetahuinya. Saya menyumbang karna اللَّهَ...” katanya ketika akan pamit berlalu.

Melihat situasi yang di luar dugaan kami, maka timbul rasa malu dan rendah dihadapan orang ini.Ternyata dia yang kami nilai stress/gila, menunjukan kemuliaannya.
Sementara kami dari awal meremehkan dan memandang sebelah mata padanya.

Maaf,  Mengapa bapak ikhlas menyumbang uang sebanyak ini. Sementara saya lihat bapak, maaf terlihat sangat sederhana. Mobil pun bapak tidak punya tanya teman saya dengan keheranan.

"Saya merasa sangat kaya. Karena اللَّهَ memberikan saya qalbu yg dapat memahami ayat" Alquran. Cobalah anda bayangkan. Bila uang itu saya belikan kendaraan mewah, maka manfaatnya hanya seusia kendaraan itu. Bila saya membangun rumah megah maka nikmatnya hanya untuk dipandang.
Tapi bila saya gunakan harta untuk saya sedekahkan di jalan اللَّهَ demi kepentingan Ummat, maka manfaat nya tidak akan pernah habis“. Demikian jawabnya dengan sangat sederhana tapi begitu menyentuh.

“Apa pekerjaan Bapak“ tanya teman saya.
“Saya petani Kopi. Alhamdulillah dari hasil kebun Kopi, lima anak saya semua sudah jadi sarjana dan sekarang mereka sukses dan hidup sejahtera. Lima"nya sudah berkeluarga. Alhamdulillah, semua Anak dan mantu saya sudah menunaikan haji”

“Bapak memang sangat beruntung. Apa resep nya hingga bapak dpt mendidik anak yg sholeh” tanya saya.

"Resepnya adalah: dekatlah kepada اللَّهَ. Cintailah اللَّهَ. Cintailah semua yg diamanahkannya kepada kita. Dan berkorbanlah untuk itu. Bukankah anak, istri, lingkungan dan syiar agama adalah amanah اللَّهَ kepada kita semua. Bila kita sudah mencintai اللَّهَ dengan hati dan dibuktikan dengan perbuatan maka selanjutnya hidup kita akan dijamin oleh اللَّهَ. Apakah ada yang paling bernilai di dunia ini dibanding kecintaan اللَّهَ kepada kita... “
Dia pamit dan berlalu dgn menumpang becak.

Sementara saya dan teman saya tercekat dan tak mampu ber-kata".

Kami tak berani mendahului becak yg ditumpanginya. Toyota Kijang keluaran terbaru yg baru saya beli bulan lalu serasa tak mampu melewati becak itu.
Saya malu. Malu dengan kerendahan diri saya dihadapan orang yg tawadhu namun ikhlas berjuang karna اللَّهَ. Mungkin penghasilan saya lebih besar darinya. Tapi belum bisa seikhlas dia. Saya jadi merasa tak pantas menyebut diri ini mencintai اللَّهَ.."

Semoga manfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar