Selasa, 04 September 2018

Pencitraan

Akhir-akhir ini publik kembali disuguhi berita-berita, terutama di media mainstream, tentang aksi para politisi yang tidak seperti biasanya. Jelang tahun Pemilu, kejadian seperti ini sebenarnya bukan sesuatu yang mengejutkan.

Mulai dari aksi para politisi ini untuk terjun langsung ke masyarakat, misal dengan ‘blusukan’ ke pasar, aksi silaturahmi mereka dengan kalangan santri dan para kyai di pesantren, hingga aksi sholat berjamaah di masjid yang membuat mereka terlihat sangat Islami.

Aksi-aksi tersebut pada masa-masa sebelumnya nyaris tidak pernah terlihat. Akan tetapi menjelang tahun 2019, tiba-tiba para politisi berlomba-lomba untuk menjadi yang paling dekat dengan rakyat. Apa gerangan sebenarnya yang sedang terjadi?

Perilaku para politisi inilah kiranya yang disebut sebagai pencitraan. Pencitraan merupakan sebuah upaya untuk membangun citra, gambaran, yang positif (bisa juga negatif) tentang seseorang.

Dalam dunia self-branding, pencitraan ini memang sesuatu yang biasa dilakukan. Bahkan bisa jadi suatu keharusan. Hal ini dibutuhkan untuk membangun citra yang baik dan merebut perhatian publik demi tercapainya tujuan-tujuan yang dimaksud.

Meskipun pada awalnya pencitraan ini hanya di gunakan dalam dunia bisnis dan ekonomi untuk membangun bisnis seseorang atau membangun sebuah perusahaan. Namun, sekarang ini dunia politik pun sering menggunakan pencitraan ini untuk membangun image para politisinya.

Dalam alam politik demokrasi, dimana Pemilu menjadi salah satu pilar utamanya, pencitraan sangat sering dilakukan. Pencitraan dilakukan untuk meraih simpati masyarakat sebagai calon pemilih yang suaranya sangat diperlukan dalam upaya mereka meraih kekuasaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar