amal ibadah akan diterima oleh Allah jika memenuhi syarat-syarat diterimanya ibadah. Yaitu ibadah itu dilakukan oleh orang yang beriman, dengan ikhlas dan sesuai Sunnah (ajaran) Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Perlu kami sampaikan, bahwasannya shalawat kepada Nabi merupakan salah satu bentuk ibadah yang agung. _Tetapi banyak sekali penyimpangan dan bid’ah yang dilakukan banyak orang seputar shalawat Nabi._
1. Shalawat Nabi memang banyak macamnya. Namun secara global dapat dibagi menjadi dua.
a. Shalawat Yang Disyari’atkan.
Yaitu shalawat yang diajarkan oleh Rasulullah _Shallallahu ‘alaihi wa sallam_ kepada para sahabatnya. Bentuk shalawat ini ada beberapa macam. Syaikh Al Albani rahimahullah dalam *kitab Shifat Shalat Nabi* _menyebutkan ada tujuh bentuk shalawat dari hadits-hadits Rasulullah _Shallallahu ‘alaihi wa sallam._ Ustadz Abdul Hakim bin Amir bin Abdat hafizhahullah di dalam kitab beliau, Sifat Shalawat & Salam, membawakan delapan riwayat tentang sifat shalawat Nabi.
Di antara bentuk shalawat yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah :
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى (إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى) آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ (فِي رِوَايَةٍ: وَ بَارِكْ) عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى (إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى) آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
(Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad, kamaa shallaita ‘ala Ibrahim wa ‘ala aali Ibrahim, innaKa Hamidum Majid. Allahumma barik (dalam satu riwayat, wa barik, tanpa Allahumma) ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad, kama barakta ‘ala Ibrahim wa ‘ala ali Ibrahim, innaKa Hamiidum Majid)._*
_Ya, Allah. Berilah (yakni, tambahkanlah) shalawat (sanjungan) kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi shalawat kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Ya, Allah. Berilah berkah (tambahan kebaikan) kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi berkah kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia._ *[HR Bukhari, Muslim, dan lainnya. Lihat Shifat Shalat Nabi, hlm. 165-166, karya Al Albani, Maktabah Al Ma’arif].*
Dan termasuk shalawat yang disyari’atkan, yaitu shalawat yang biasa diucapkan dan ditulis oleh Salafush Shalih.
Syaikh Abdul Muhshin bin Hamd Al ‘Abbad hafizhahullah berkata, ”Salafush Shalih, termasuk para ahli hadits, telah biasa menyebut shalawat dan salam kepada Nabi _Shallallahu ‘alaihi wa sallam_ ketika menyebut (nama) beliau, dengan dua bentuk yang ringkas yaitu:
عَلَيْهِ الصّلاَةُ وَالسَّلاَمُ (‘alaihish shalaatu was salaam).
صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ (shalallahu ‘alaihi wa sallam) dan
Alhamdulillah, kedua bentuk ini memenuhi kitab-kitab hadits. Bahkan mereka menulis wasiat-wasiat di dalam karya-karya mereka untuk menjaga hal tersebut dengan bentuk yang sempurna. Yaitu menggabungkan antara shalawat dan permohonan salam atas Nabi _Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”_ *[Fadh-lush Shalah ‘Alan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, hlm. 15, karya Syaikh Abdul Muhshin bin Hamd Al ‘Abbad]*
🥀 *b. Shalawat Yang Tidak Disyari’atkan.*
*_Yaitu shalawat yang datang dari hadits-hadits dha’if (lemah), sangat dha’if, maudhu’ (palsu), atau tidak ada asalnya._* _Demikian juga shalawat yang_ *dibuat-buat (umumnya oleh Ahli Bid’ah),* _kemudian mereka tetapkan dengan nama shalawat ini atau shalawat itu. Shalawat seperti ini banyak sekali jumlahnya, bahkan sampai ratusan._
Contohnya, berbagai shalawat yang ada dalam *kitab Dalailul Khairat Wa Syawariqul Anwar Fi Dzikrish Shalah ‘Ala Nabiyil Mukhtar, karya Al Jazuli (wafat th. 854H).* _Di antara shalawat bid’ah ini ialah_ *_shalawat Basyisyiyah, shalawat Nariyah, shalawat Fatih, dan lain-lain. Termasuk musibah, bahwa sebagian shalawat bid’ah itu mengandung kesyirikan._*
*( Lihat Mu’jamul Bida’, hlm. 345-346, karya Syaikh Raid bin Shabri bin Abi ‘Ulfah; Fadh-lush Shalah ‘Alan Nabi n , hlm. 20-24, karya Syaikh Abdul Muhshin bin Hamd Al ‘Abbad; Minhaj Al Firqah An Najiyah, hlm. 116-122, karya Syaikh Muhammad Jamil Zainu; Sifat Shalawat & Salam Kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, hlm. 72-73, karya Ustadz Abdul Hakim bin Amir bin Abdat)*
2. Cara mengamalkan shalawat yang benar berdasarkan Sunnah Rasulullah* *_Shallallahu ‘alaihi wa sallam_* *adalah sebagai berikut:*
a. Shalawat yang dibaca adalah shalawat yang disyari’atkan, karena shalawat termasuk dzikir, dan dzikir termasuk ibadah. _Bukan shalawat bid’ah, karena seluruh bid’ah adalah kesesatan._
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, _”Dzikir-dzikir dan do’a-do’a termasuk ibadah-ibadah yang paling utama. Sedangkan ibadah dibangun di atas_ *_ittiba’_* _(mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam )._ _Tidak seorangpun berhak men-sunnah-kan dari dzikir-dzikir dan do’a-do’a yang tidak disunnahkan (oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam), lalu menjadikannya sebagai kebiasaan yang rutin, dan orang-orang selalu melaksanakannya. Semacam itu termasuk membuat-buat perkara baru dalam agama yang tidak diizinkan Allah. Berbeda dengan do’a, yang kadang-kadang seseorang berdo’a dengannya dan tidak menjadikannya sebagai sunnah (kebiasaan).”_ *[Dinukil dari Fiqhul Ad’iyah Wal Adzkar, 2/49, karya Syaikh Abdur Razaq bin Abdul Muhshin Al Badr].*
b. Memperbanyak membaca shalawat di setiap waktu dan tempat, terlebih-lebih pada hari jum’ah, atau pada saat disebut nama Nabi Muhammad _Shallallahu ‘alaihi wa sallam,_ dan lain-lain tempat yang disebutkan di dalam hadits-hadits yang shahih.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا
_"Barangsiapa memohonkan shalawat atasku sekali, Allah bershalawat atasnya sepuluh kali."_ *[HR Muslim, no. 408, dari Abu Hurairah].*
c. *_Tidak menentukan jumlah, waktu, tempat, atau cara, yang tidak ditentukan oleh syari’at._*
Seperti menentukan waktu sebelum beradzan, saat khathib Jum’at duduk antara dua khutbah, dan lain-lain.
d. *_Dilakukan sendiri-sendiri, tidak secara berjama’ah._*
Karena membaca shalawat termasuk dzikir dan termasuk ibadah, sehingga harus mengikuti Sunnah Nabi _Shallallahu ‘alaihi wa sallam._ Dan sepanjang pengetahuan kami, tidak ada dalil yang membenarkan bershalawat dengan berjama’ah. Karena, jika dilakukan berjama’ah, tentu dibaca dengan keras, dan ini bertentangan dengan adab dzikir yang diperintahkan Allah, yaitu dengan pelan.
e. *_Dengan suara sirr (pelan), tidak keras._*
Karena membaca shalawat termasuk dzikir. Sedangkan di antara adab berdzikir, yaitu dengan suara pelan, kecuali ada dalil yang menunjukkan (harus) diucapkan dengan keras. Allah berfirman,
وَاذْكُر رَّبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِفْيَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَاْلأَصَالِ وَلاَتَكُن مِّنَ الْغَافِلِينَ
_Dan dzikirlah (ingatlah, sebutlah nama) Rabb-mu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai._ *[Al A’raf : 205].*
Ibnu Katsir rahimahullah berkata,”Oleh karena itulah Allah berfirman:
وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ (dan dengan tidak mengeraskan suara), demikianlah, dzikir itu disukai tidak dengan seruan yang keras berlebihan.” [Tafsir Ibnu Katsir].
Al Qurthubi rahimahullah berkata,_”Ini menunjukkan, bahwa meninggikan suara dalam berdzikir (adalah) terlarang.”_ *[Tafsir Al Qurthubi, 7/355].*
Muhammad Ahmad Lauh berkata,_”Di antara sifat-sifat dzikir dan shalawat yang disyari’atkan, yaitu tidak dengan keras, tidak mengganggu orang lain, atau mengesankan bahwa (Dzat) yang dituju oleh orang yang berdzikir dengan dzikirnya (berada di tempat) jauh, sehingga untuk sampainya membutuhkan dengan mengeraskan suara.”_ *[Taqdisul Asy-khas Fi Fikrish Shufi, 1/276, karya Muhammad Ahmad Lauh].*
(Almanhaj)
Oleh: Mutiara Risalah Islam
Mau Dapat Tambahan Ilmu Setiap Hari dari Ust Dr. Musyaffa' ad Dariny Lc, M.A. ?
Anda akan mendapatkan Nasehat, Artikel,Tanya Jawab Terbaik Setiap Hari di Group WA Mutiara Risalah Islam MRI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar