Jumat, 02 Maret 2018

Jangan asal menghakimi

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman. Dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim” (QS al Hujurat:11).

Abdullah bin Mas’ud mengatakan, ‘Bencana itu terjadi gara-gara ucapan lisan. Andai aku mengolok-olok seekor anjing tentu aku khawatir kalau aku diubah menjadi seekor anjing’ (Hasyiyah ash Showi ‘ala Tafsir al Jalalain 4/143, terbitan Dar al Fikr).

Syeikh Abdurrahman as Sa’di mengatakan, “Dalam ayat ini terdapat penjelasan tentang sebagian hak seorang mukmin dengan mukmin yang lain. Yaitu janganlah sekelompok orang mengejek sekelompok yang lain baik dengan kata-kata ataupun perbuatan yang mengandung makna merendahkan saudara sesama muslim. Perbuatan ini terlarang dan hukumnya haram. Perbuatan ini menunjukkan bahwa orang yang mengejek itu merasa kagum dengan dirinya sendiri. Padahal boleh jadi pihak yang diejek itu malah lebih baik dari pada pihak yang mengejek. Bahkan inilah realita yang sering terjadi. Mengejek hanyalah dilakukan oleh orang yang hatinya penuh dengan akhlak yang tercela dan hina serta kosong dari akhlak mulia. Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Cukuplah seorang itu dinilai jahat jika dia merendahkan saudaranya sesama muslim” (HR Muslim dari Abu Hurairah)” [Taisir al Karim al Rahman fi Tafsir Kalam al Mannan hal 953, terbitan Dar Ibnul Jauzi].

Bârokallâh fîk
👤 Ustadz DR. Khalid Basalamah, Lc. MA.
📝 Ustadz Aris Munandar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar