Selasa, 27 Maret 2018

Prihal tahlilan

BANTAHAN UNTUK WAHABI;yang ingkar tahlilan.

Jika wahabi yang ingkar tahlilan berkata:

"Tinggalkan adat, ikutilah syariat. Karena Nabi tidak mengajarkan perayaan tahlilan ??"

AHLUSSUNNAH menjawab:

Tahlil atau tahlilan hukumnya adalah boleh dalam syariat Islam, karena semua acara yang ada dalam rangkaian tahlil boleh dilakukan dan tidak ada satupun yang terlarang.

Dalil-dalil yang menunjukkan kebolehan tahlilan dapat dilihat dalam dalil-dalil tentang istighfar seorang muslim terhadap muslim lainnya, membaca al-Qur’an untuk mayit, dzikir berjamaah dan perkara-perkara yang bermanfaat untuk mayit.

1. Firman Allah:

وَالَّذِيْنَ جَاءُوْا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ.

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka berdoa: Wahai Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami.”
(QS. al-Hasyr: 10).
Ayat ini menunjukkan bahwa do'a dan istighfar orang yang masih hidup untuk orang yang sudah meninggal akan bermanfaat bagi mayit, sedangkan perayaan tahlil mengandung doa seorang muslim terhadap muslim lain yang telah meninggal.

2. Hadits Nabi:

اِقْرَءُوْا يس عَلَى مَوْتَاكُمْ

“Bacalah surat Yasin untuk mayit kalian.” (HR Abu Dawud, an-Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, al-Hakim, dan Ibnu Hibban).

Hadits ini menunjukkan bahwa membaca al-Qur’an untuk mayit adalah bermanfaat, sedangkan perayaan tahlil mengandung bacaan al-Qur’an yang pahalanya dihadiahkan untuk mayit.

Jikalau bacaan al-Qur’an tidak bermanfaat untuk mayit atau pahala bacaan al-Qur’an tidak sampai kepada mayit, tentunya Rasulullah tidak akan bersabda demikian.
```
3. Syekh Mar’i al-Hanbali (salah seorang ulama’ Madzhab Hanbali ternama) mengatakan dalam kitabnya dalam Fiqh Hanbali; Ghayah al-Muntaha (1/259-260):

وَكُلُّ قُرْبَةٍ فَعَلَهَا مُسْلِمٌ وَجَعَلَ بِالنِّيَّةِ – فَلَا اعْتِبَارَ بِاللَّفْظِ – ثَوَابَهَا أَوْ بَعْضَهُ لِمُسْلِمٍ حَيٍّ أَوْ مَيِّتٍ جَازَ وَيَنْفَعُهُ ذَلِكَ بِحُصُوْلِ الثَّوَابِ لَهُ. وَإِهْدَاءُ الْقُرَبِ مُسْتَحَبٌّ حَتَّى لِلرَّسُوْلِ مِنْ تَطَوُّعٍ وَوَاجِبٍ تَدْخُلُهُ نِيَابَةٌ كَحَجٍّ أَوْ لَا كَصَلَاةٍ، وَدُعَاءٍ وَاسْتِغْفَارٍ وَصَدَقَةٍ وَأُضْحِيَةٍ وَأَدَاءِ دَيْنٍ وَصَوْمٍ وَكَذَا قِرَاءَةٌ وَغَيْرُهَا. إهـ

“Dan setiap ketaatan yang dilakukan oleh seorang muslim dan ia jadikan pahalanya (dengan meniatkan hal itu, jadi tidak perlu mengucapkannya dengan lisan) semuanya atau sebagian untuk sesama muslim yang masih hidup atau telah meninggal, hukumnya adalah boleh dan bermanfaat bagi mayit sehingga dia memperoleh pahala. Menghadiahkan ketaatan juga disunnahkan bahkan kepada Nabi sekalipun, baik berupa amalan sunnah, amalan wajib yang bisa digantikan seperti haji atau tidak bisa digantikan seperti shalat, doa, istighfar, sedekah, kurban, membayar hutang, puasa, demikian pula bacaan al-Qur’an dan lainnya.”

Bahkan panutan orang yang mengingkari perayaan tahlil, yaitu Ibnu Taimiyah yang jelas2 sesat aqidahnya menyatakan di dalam bukunya Majmu’ Fatawa (24/324):

“Ibnu Taimiyah ditanya tentang bacaan al-Qur’an keluarga mayit, tasbih, tahmid, tahlil dan takbir, apabila dihadiahkan kepada mayit, apakah pahalanya sampai atau tidak ?,

ia menjawab: “Bacaan al-Qur’an mereka, tasbih, takbir dan semua dzikir mereka apabila mereka hadiahkan untuk mayit, maka pahalanya akan sampai kepadanya.”

Apa yang akan mereka (orang2 wahabi; para pengingkar perayaan tahlilan) katakan tentang panutan mereka bahwa Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa mengirimkan pahala akan sampai kepada mayit ??!! secara tidak langsung, Ibnu Taimiyah menyetujui perayaan tahlilan, karena perayaan tahlilan itu intinya mendo'akan si mayit dan memberikan pahala bacaaan tersebut kepada si mayit !!!

ilmu ahlussunnah adalah kunci masuk surga
علم أهل السنة مفتاح الجنة

SEMOGA BERMANFAAT.

HUJJAH AHLUSSUNNAH WAL-JAMA'AH

Bantahan untuk WAHABI; paham sesat zaman ini yang ingkar tradisi baik kaum muslimin; TAHLILAN.

Jika ada orang wahabi; para pengikut Ibnu Taimiyah; mujassimah zaman ini berkata:

"Kalau Tahlilan sesuai dengan syari'at dan mendapatkan pahala, tentunya Nabi, putra Nabi, Istri Nabi, shahabat Nabi dan para imam ketika setelah wafat akan diadakan perayaan tahlilan setelah wafatnya, tetapi faktanya tidak ada satupun ??!!

Jawaban AHLUSSUNNAH:

Rasulullah tidak melakukannya, APAKAH BELIAU MELARANGNYA ?. jika orang WAHABI yang ingkar tahlilan mengatakan: Rasulullah melarangnya secara umum ketika beliau bersabda:

وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

AHLUSSUNNAH menjawab:

Bukankah Rasulullah juga telah bersabda:
(مَنْ سَنَّ فِى الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ )

lalu adakah kaedah syara’ yang mengatakan:

(مَا لَمْ يَفْعَلْهُ الرَّسُوْلُ بِدْعَةٌ مُحَرَّمَةٌ)

“Apa yang tidak dilakukan oleh Rasulullah adalah bid’ah yang diharamkan” ?!.
Tidak ada.

Apakah sesuatu yang dianggap boleh atau sunnah baru setelah Rasulullah melakukannya sendiri !.

Apakah kalian mengira bahwa Rasulullah telah melakukan semua perkara yang boleh ?!.

Sudah diketahui bahwa Nabi sebagai manusia biasa tidak mungkin bisa melakukan semua hal yang mubah (diperbolehkan). Bahkan Rasulullah tidak melakukan semua yang telah beliau anjurkan, melainkan beliau mencukupkan dengan menyampaikan anjuran-anjuran umum.

Ini dikarenakan kesibukan beliau yang menghabiskan sebagian besar waktu belau seperti berdakwah, mendebat orang-orang musyrik dan ahli kitab, memerangi orang-orang kafir, melakukan perjanjian damai dan kesepakatan gencatan senjata, menerapkan hudud, mempersiapkan dan mengirim pasukan perang, mengirim para penarik zakat, menjelaskan hukum-hukum dan lainnya.
```
Jadi orang yang mengharamkan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi adalah orang yang tidak memahami keadaan Rasulullah dan tidak memahami kaedah-kaedah agama.
Begitu juga para sahabat dan para imam, mereka sibuk dengan urusan dakwah sehingga mereka tidak melakukan perayaan tahlilan.

Wahabi yang ingkar tahlilan berkata: Berkumpul di tempat mayit dan membuat makanan setelah dikuburkannya mayit termasuk Niyahah (meratapi mayit) yang dilarang !!

Jawaban AHLUSSUNNAH: Menghidangkan makanan yang dilakukan oleh keluarga mayit untuk orang yang datang ta’ziyah atau menghadiri undangan baca al-Qur’an adalah boleh karena itu termasuk Ikram adh-Dhaif (menghormati tamu).

Dan dalam Islam ini adalah sesuatu yang dianjurkan.

Sedangkan hadits Jarir bin Abdillah al-Bajali bahwa ia mengatakan:

كُنَّا نَعُدُّ الْإِجْتِمَاعَ إِلَى أَهْلِ الْمَيِّتِ وَصَنِيْعَةَ الطَّعَامِ بَعْدَ دَفْنِهِ مِنَ النِّيَاحَةِ (رواه أحمد بسند صحيح)

“Kami di masa Rasulullah menganggap berkumpul di tempat mayit dan membuat makanan setelah dikuburkannya mayit sebagai Niyahah (meratapi mayit yang dilarang oleh Islam).”

Maksudnya adalah jika keluarga mayit membuat makanan tersebut untuk dihidangkan kepada hadirin dengan tujuan AL-FAKHR; BERBANGGA DIRI SUPAYA ORANG MENGATAKAN BAHWA MEREKA PEMURAH DAN DERMAWAN atau makanan tersebut disajikan kepada PEREMPUAN-PEREMPUAN AGAR MENJERIT-JERIT, MERATAP SAMBIL MENYEBUT KEBAIKAN-KEBAIKAN MAYIT, inilah yang biasa dilakukan oleh orang-orang di masa jahiliyah, mereka yang tidak beriman kepada akhirat itu.

Dan inilah niyahah yang termasuk perbuatan orang-orang di masa jahiliyah dan dilarang oleh Nabi.

JIKA TUJUANNYA BUKAN UNTUK ITU, MELAINKAN UNTUK MENGHORMATI TAMU ATAU BERSEDEKAH UNTUK MAYIT DAN MEMINTA TOLONG AGAR DIBACAKAN AL-QUR’AN UNTUK MAYIT, MAKA HAL ITU BOLEH DAN TIDAK TERLARANG.

ilmu ahlussunnah kunci masuk surga
علم أهل السنة مفتاح الجنة

SEMOGA BERMANFAAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar