© Doni Riw
.
Jelang pemilu, bertebaran foto bakal calon pejabat politik melaksanakan sholat.
Mengunjungi kyai dan pesantren. Berpeci, koko, sarung, juga surban.
Seolah mereka tengah menyampaikan pada masyarakat;
"Hei, saya juga Islam lho, tak lupa sholat lagi sedekah.
Allah menciptakan manusia untuk menjadi Khalifah di bumi.
.
"Aku hendak menjadikan khalifah di bumi"
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 30)
Secara literal, Khalifah berarti pengganti. Dalam konteks ayat ini berarti dia diberi amanah untuk menjalankan perintah Allah di bumi.
Sebagai Khalifah, manusia wajib mengatur kehidupannya dengan hukum Allah pada peran apa pun.
Pada peran pribadi, dia menjadi Khalifah bagi dirinya sendiri.
Dalam batas itu, dia wajib mengatur dirinya sendiri dengan syari'at Islam. Seperti menjalankan Sholat, Zakat, menutup aurat, dll.
Seorang yang menjadi kepala keluarga adalah Khalifah bagi keluarganya.
Di ranah itu, dia wajib mengatur keluarganya dengan syari'at Islam. Mendidik putra-putrinya dengan tsaqofah Islam. Menafkahi dengan halal. Dlsb.
Tanpa itu, dia tidak disebut kepala keluarga yang Islami.
Bisa saja dia Islami secara personal, tetapi tidak Islami sebagai kepala keluarga.
Seorang pemimpin umat adalah Khalifah bagi umatnya.
Dia bertanggung jawab
Menjaga interaksi sosial, ekonomi, serta pemerintahan, dll.
Dalam perannya itu, dia wajib mengatur dengan syari'at Islam.
Tanpa itu, tidak bisa disebut pemimpin yang Islami.
Meski pemimpin itu menjalankan sholat, zakat, dll, tetapi jika dia lebih memilih kapitalisme ajaran Adam Amith, trias politika ajaran Machiaveli, maka dia hanya disebut Islami secara individual.
Tidak bisa digolongkan sebagai pemimpin yang Islami.
Apa lagi jika pemimpin itu alergi terhadap dakwah Islam. Membenci syari'at. Zalim pada ulama & gerakan Islam.
Maka bisa dipastikan bahwa sholatnya, zakatnya, tidak lebih sekedar topeng.
Maka sungguh tak pantas bagi seorang muslim mendukung pemimpin yang tidak Islami semacam itu.
Jogja, 15118
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar